Kamis, 02 Desember 2010

Bromo Belum Stabil, Tetap Terbuka Untuk Wisatawan

Gunung Bromo sampai kemarin (28/11) masih berstatus awas dengan level IV. Aktivitas gunung setinggi 2.329 meter dpl itu juga belum stabil. Sejak pukul 00.00 sampai 06.00 WIB kemarin, terjadi delapan kali gempa vulkanis dangkal (VB) dengan amplitudo 30-40 mm dan gempa tremor menerus dengan amplitudo 7-32 mm.
Lalu, pada pukul 06.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB, terjadi tiga kali gempa vulkanis dangkal dengan amplitudo 32-38 mm dan gempa tremor menerus dengan amplitudo 3-32 mm. Kemudian, pada pukul 14.30 WIB, terjadi lagi gempa vulkanis dangkal dengan amplitudo 37 mm. ”Lamanya 17 detik,” kata Kepala Pos Pengamatan Gunung Bromo, Syafi’I, saat ditemui di ruang kerjanya kemarin.
Dengan situasi itu, Bupati Probolinggo sekaligus penanggung jawab penanggulangan bencana Gunung Bromo Hasan Aminuddin masih mempersilakan wisatawan berkunjung ke Gunung Bromo. Hal itu disampaikan Hasan saat ditemui Sabtu malam lalu (27/11). ”Sampai sekarang, saya tidak pernah melarang wisatawan datang ke Bromo. Silakan datang ke Bromo,” tegasnya.
Hanya, Hasan memberikan catatan. Pengunjung tetap tidak boleh menyalahi rekomendasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung. Mereka tidak boleh masuk radius 3 km dari puncak kawah. ”Kalau masih dalam batas aman, silahkan saja. Kan masih banyak yang bisa dinikmati selain kawah,” tambahnya.
Saat ini, Hasan fokus pada langkah antisipasi agar tidak ada korban bila terjadi bencana. Selain dengan menyiagakan petugas di kawasan Gunung Bromo, kini tim penanggulangan bencana Gunung Bromo intensif menginformasikan status dan aktivitas Bromo kepada warga dan wisatawan.
Petugas dalam koordinasi badan penggulangan bencana daerah (BPBD) tersebut akan terus disiagakan di kawasan Bromo sampai ada keputusan perubahan status dari PVMBG Bandung. Yakni dari satatus awas ke siaga atau waspada. ”Selama status awas belum dicabut, pasukan akan terus disiagakan,” kata Hasan.
Tentang sikap masyarakat suku Tengger yang tenang meski status Bromo awas, Hasan mengatakan, mereka telah beradaptasi. Akan tetapi, tambahnya, masyarakat Sukapura telah siap dievakusi bila ada pemerintah. ”Masyarakat sini (Tengger) adalah masyarakat yang patuh meski pekerjaan mereka di sektor wisata terganggu karena status dan erupsi ini,” ujarnya. Namun, mata pencaharian mereka rata-rata adalah petani yang tidak terpengaruh oleh aktivitas Gunung Bromo.
Ditanya tentang anggaran untuk langkah antisipasi, Hasan mengatakan sejauh ini pihaknya menggunakan pos anggaran tidak terduga pada APBD setempat. Jumlahnya sekitar Rp2 milliar. ”Paling Rp50 juta cukup untuk sementara,” terangnya.
Karena itu, sampai saat ini dirinya belum mengajukan dana ke pihak mana pun. Tetapi, kalau ada bantuan dari luar, pihaknya mempersilakan. Pada kesempatan itu, Hasan kembali menegaskan sikap tentang relawan yang mulai berdatangan. ”Sementara waktu, para relawan sebaiknya tidak datang dulu,” ujarnya. Pertimbangannya, relawan juga manusia yang mempunyai keluarga di rumah. ”Sementara jadi relawan bagi keluarganya dulu. Tim penanggulangan bencana Kabupaten Probolinggo masih cukup,” katanya.
Sementara itu, Sabtu malam lalu ada sekitar 200 KK (kepala keluarga) Desa Ngadisari yang bersembahyang di pura dekat Kantor Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Setelah sembahyang kurang lebih 30 menit tersebut, dilakukan sosialisasi status Gunung Bromo dan teknis evakuasi bila terjadi bencana.
Berikutnya, kemarin (28/11) Panglima Divisi Infanteri II Kostrad Malang Mayjend Muhammad Munir datang ke pos pengamatan Gunung Bromo. Menurut dia, pasukan kostrad sudah disiapkan untuk membantu masyarakat Tengger bila ada bencana. ”Sejak ditetapkan menjadi awas, pasukan sudah kami siapkan,” tegasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar